Rabu, 18 Mei 2011

Trilogi Pancasila


Pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mendapat giliran untuk menyampaikan gagasannya tentang dasar negara Indonesia Merdeka, yang dinamakannya Pancasila. Pidato yang tidak dipersiapkan secara tertulis terlebih dahulu itu diterima secara aklamasi oleh segenap anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai. Selanjutnya BPUPKI membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan dan menyusun Undang-Undang Dasar dengan berpedoman pada pidato Bung Karno itu. Dibentuklah Panitia Sembilan yang bertugas : Merumuskan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara berdasar pidato yang diucapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, dan menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Kemudian sebagai sebuah dasar Negara yang selalu berkembang, pancasila pun terus didengungkan hingga muncul istilah-istilah seperti: trilogi Pancasila, manusia pancasila, rakyat pancasila, pejabat pancasila, dll.
Trilogi Pancasila sebenarnya adalah sebuah garis besar pedoman hidup rakyat Indonesia yang sangat penting untuk diresapi dan dipelajari serta diamalkan oleh seluruh rakyat Indonesia guna terus menggali potensi serta jati diri bangsa ini sebagai pemilik resmi dari pancasila yang demikian berarti ini.
Karena memasuki era reformasi, muncul beberapa suara yang mempertanyakan kembali relevansi Pancasila dalam kehidupan berbangsa di Indonesia. Pancasila bukan hanya berperan sebagai dasar negara, melainkan juga filsafat dan ideologi bangsa Indonesia. buku ini mencoba merefleksikan kembali perjalanan Pancasila sebagai bentuk filsafat dan ideologi bangsa Indonesia.
Di masa sekarang ini sering kali masyarakat berpikir skeptis tentang pancasila oleh karena itu, kini dengan mengatakan IN THE NAME OF REFORMATION, banyak orang berseru tentang tidak perlu adanya pancasila. Namun hal tersebut hendaknya dikoreksi karena:
1)  Reformasi bukanlah anarki atau revolusi tetapi reformasi adalah the change within a system.
2) Sebutan tersebut disebabkan oleh ketidakpahaman pancasila dengan diselingi sikap apriori serta masuknya pengaruh asing juga turut mempengaruhi.
Maka jika reformasi merupakan perubahan di dalam sebuah system maka pancasila merupakan dasar negara yang kekal yang paradigmatik melandasi dan menjiwai perjalanan bangsa Indonesia. Trilogi Pancasila Berdasarkan kenyataan sejarah, budaya dan filsafat Pancasila mempunyai tiga fungsi seperti berikut :
a.  Sebagai pandangan hidup bangsa yang berisi sistem nilai keindonesiaan yang telah berkembang secara akulturatif selama ribuan tahun.
b.  Sebagai dasar negara atau asas kerohanian negara di mana kapasitas ini menjadi acuan disusunya undang-undang negara untuk selanjutnya dijabarkan dalam peraturan.
c.  Sebagai ideologi nasional, artinya setiap warga negara memiliki keniscayaan untuk menghayati nilai-nilai pancasila sebagai pedoman hidup berbangsa,bermasyarakat, dan bernegara.
Fungsi pertama sebagai pandangan dunia/pandangan hidup Pancasila memberi alas dan orientasi sistem kepengetahuan dan sistem nilai bagi kebutuhan proses membangsa dan menegara atau untuk menjadi masyarakat yang keindonesiaan sepanjang masa.
Fungsi ke dua adalah sebagai dasar negara yang berkenaan dengan sistem dan dasar hukum nasional, di antaranya guna mengantisipasi kehadiran sistem hukum “pra-nasional” yang bersumber ajaran keagamaan dan etnisitas eksklusif dalam tata hukum nasional yang sering kontroversial.
Fungsi ke tiga Pancasila sebagai ideologi nasional adalah fungsi “pragmatis” di mana laku tindak keindonesiaan menjadi keniscayaan komunitas kebangsaan. Selain itu, Tiga sila pertama dr Pancasila menyiratkan segi trilogi: Tuhan, Manusia dan Alam. Hal ini mengajarkan ttg bukan saja ajaran manunggaling kawulo gusti, tetapi jg manunggaling tritunggal, manunggaling esensi Tuhan, Manusia dan Alam.
Trilogi Pancasila inilah agaknya yang kurang dimengerti secara konsisten seraya kurang diikuti secara konsekuen dalam konteks pengkajian dan pembudayaan Pancasila. Inkonsekuensi dan inkonsistensi ini telah melahirkan sejumlah ekses entah amandemen yang kebablasen, entah impotensi sila-sila Pancasila yang berdampak pada kompleksitas maupun komplikasi kenegara-bangsaan. Antara lain, sampai hari ini anomali kehidupan berbangsa dan bernegara jauh lebih membawa shock ketimbang anomali iklim yang kita derita tahun 2010 ini.